Sejarah singkat tentang serapan atom pertama
kali diamati oleh Frounhofer, yang pada saat itu menelaah garis-garis hitam pada
spectrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang
analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1995. Sebelumnya
ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode
spektrografik. Beberapa cara ini dianggap sulit dan memakan banyak waktu,
kemudian kedua metode tersebut segera diagantikan dengan Spektrometri Serapan Atom
(SSA).
Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu
alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan
metalloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skooget al., 2000).
Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi
konvensional. Memang selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur dengan
energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, akan
tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energy eksitasi
tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang
400-800 nm, sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang
200-300 nm (Skoog et al., 2000).Untuk analisis kualitatif, metode fotometri
nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik
(hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu
perubahan temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis
dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala
dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.
Absorpsi
atom dan spektra emisi memiliki pita yang sangat sempit di bandingkan
spektrometri molekuler. Emisi atom adalah proses di mana atom yang tereksitasi
kehilangan energi yang disebabkan oleh radiasi cahaya. Misalnya, garam-garam
logam akan memberikan warna di dalam nyala ketika energi dari nyala tersebut
mengeksitasi atom yang kemudian memancarkan spektrum yang spesifik. Sedangkan
absorpsi atom merupakan proses di mana atom dalam keadaan energy rendah
menyerap radiasi dan kemudian tereksitasi. Energi yang diabsorpsi oleh atom
disebabkan oleh adanya interaksi antara satu elektron dalam atom dan vektor
listrik dari radiasi elektromagnetik.
Ketika
menyerap radiasi, elektron mengalami transisi dari suatu keadaan energi
tertentu ke keadaan energi lainnya. Misalnya dari orbital 2s ke orbital 2p.
Pada kondisi ini, atom-atom di katakan berada dalam keadaan tereksitasi (pada
tingkat energi tinggi) dan dapat kembali pada keadaan dasar (energi terendah)
dengan melepaskan foton pada energy yang sama. Atom dapat mengadsorpsi atau
melepas energi sebagai foton hanya jika energy foton (hν) tepat sama dengan
perbedaan energi antara keadaan tereksitasi (E) dan keadaan dasar (G) seperti
Gambar di bawah ini:
Gambar.1. Diagram absorpsi dan emisi atom
Lebar Pita
Spektra Atom
Berdasarkan
hukum ketidakpastian Heisenberg, lebar pita alami spektra atom berkisar 10-4 –
10-5 nm. Akan tetapi, terdapat beberapa proses yang dapat menyebabkan pelebaran
pita hingga 0.001 nm yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam efek Doppler. .
Efek Doppler Jika tubuh memancarkan suatu bentuk gelombang menuju seorang
pengamat, maka pengamat akan mendeteksi panjang gelompang seolah lebih pendek
dari yang diemisikan tersebut. Jika tubuh bergerak menjauh dari pengamat, maka
panjang gelombang seolah menjadi lebih panjang. Fenomena ini disebut efek
Doppler dan dapat menyebabkan pelebaran pita karena adanya pergerakan termal
(panas). Hal yang sama juga terjadi pada atom, dimana dalam suatu kumpulan
atom, beberapa atom akan bergerak maju dan sebagian lagi menjauh dari detektor
ketika emisi terjadi, sehingga daerah panjang gelombang yang diamati menjadi
lebih besar.
Efek
ini akan semakin besar pada temperatur tinggi karena pergerakan atom akan
semakin meningkat yang menyebabkan terjadinya pelebaran pita absorpsi.
Pelebaran tekanan (Pressure Broadening) Jika suatu atom yang mengabsorpsi atau
memancarkan radiasi bertumbukan dengan atom lain, tumbukan tersebut akan
mempengaruhi panjang gelombang foton yang diradiasikan karena terjadi perubahan
tingkat energi dalam yang menyebabkan perbedaan keadaan transisi. Tumbukan yang
terjadi antara suatu atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi dengan
atom gas lain disebut dengan pelebaran Lorentz (Lorentz Broadening). Jika
atom-atom yang mengabsorpsi dan memancarkan radiasi juga terlibat tumbukan,
maka disebut pelebaran Holzmark (Holzmark Broadening). Dalam semua hal, semakin
tinggi temperatur, maka tumbukan akan semakin sering terjadi sehingga terjadi
pelebaran pita yang disebut dengan pelebaran tekanan (Pressure Broadening).
Spektrometer
Serapan Atom
Secara
umum, komponen-komponen spektrometer serapan atom (SSA) adalah sama dengan
spektrometer UV/Vis. Keduanya mempunyai komponen yang terdiri dari sumber
cahaya, tempat sample, monokromator, dan detektor. Analisa sample di lakukan
melalui pengukuran absorbansi sebagai fungsi konsentrasi standard dan
menggunakan hukum Beer untuk menentukan konsentrasi sample yang tidak
diketahui. Walaupun komponen-komponenya sama, akan tetapi sumber cahaya dan
tempat sampel yang digunakan pada SSA memiliki karakteristik yang sangat
berbeda dari yang digunakan dalam spektrometri molekul (misal: UV/Vis).
Sumber Cahaya
Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0.001 nm,
maka tidak mungkin untuk menggunakan sumber cahaya kontinyu seperti pada
spektrometri molekuler dengan dua alasan utama sebagai berikut:
(a)
Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh
atom-atom jauh lebih sempit dari pita-pita yang dihasilkan oleh spektrometri
molekul. Jika sumber cahaya kontinyu digunakan, maka pita radiasi yang di
berikan oleh monokromator jauh lebih lebar dari pada pita absorpsi, sehingga
banyak radiasi yang tidak mempunyai kesempatan untuk diabsorpsi yang
mengakibatkan sensitifitas atau kepekaan SSA menjadi jelek.
(b)
Karena banyak radiasi dari sumber cahaya yang tidak
terabsorpi oleh atom, maka sumber cahaya kontinyu yang sangat kuat diperlukan
untuk menghasilkan energi yang besar di dalam daerah panjang gelombang yang
sangat sempit atau perlu menggunakan detektor yang jauh lebih sensitif
dibandingkan detektor fotomultiplier biasa, akan tetapi di dalam prakteknya hal
ini tidak efektif sehingga tidak dilakukan.
Secara umum, hukum Beer tidak akan dipenuhi kecuali jika pita emisi
lebih sempit dari pita absorpsi. Hal ini berarti bahwa semua panjang gelombang
yang dipakai untuk mendeteksi sampel harus mampu diserap oleh sampel tersebut.
Gambar.2 menunjukkan perbandingan pita absorpsi atom dan pita spektrum sumber
cahaya kontinyu yang dihasilkan oleh monokromator. Dari gambar tersebut dapat
diketahui bahwa sebagian besar radiasi tidak dapat diabsorpsi karena panjang
gelombangnya tidak berada pada daerah pita absorpsi atom yang sangat sempit dan
dapat dikatakan bahwa sangat banyak cahaya yang tidak digunakan atau
menyimpang.
Gambar. 2. perbandingan pita absorpsi atom dan pita spektrum sumber
cahaya
kontinyu yang dihasilkan oleh monokromator
Masalah ini
dapat diatasi oleh Alan Walsh pada tahun 1953, dengan menggunakan sumber cahaya
tunggal (line source) sebagai pengganti sumber cahaya kontinyu. Sebagian besar
sumber cahaya tunggal yang digunakan berasal dari lampu katode berongga (hollow
chatode lamp) yang memancarkan spektrum emisi atom dari elemen tertentu,
misalnya lampu katode berongga Zn digunakan untuk menganalis Zn. Gambar 3a dan
3b menunjukkan cahaya tunggal mengatasi masalah yang telah diuraikan di atas.
Gambar. 3. Pengaruh sumber cahaya tunggul terhadap pita absorpsi
Spektrum Zn diamati pada panjang
gelombang 213,4 nm sebelum dan sesudah transmisi melalui monokromator
konvensional. Walaupun lebar pita dari monokromator tidak lebih kecil dari
sebelum transmisi, akan tetapi sampel yang diukur berada dalam daerah panjang
gelombang yang diinginkan. Dengan memilih lampu yang mengandung analit yang
diukur, maka kita dapat mengetahui bahwa panjang gelombang yang digunakan sama
dengan dengan pita absorpsi analit yang diukur. Ini berarti bahwa semua radiasi
yang dipancarkan oleh sumber cahaya dapat diabsorpsi sampel dan hukum Beer
dapat di gunakan. Dengan menggunakan sumber cahaya tunggal, monokromator
konvensional dapat dipakai untuk mengisolasi satu pita spektra saja yang
biasanya disebut dengan pita resonansi. Pita resonansi ini menunjukkan transisi
atom dari keadaan dasar ke keadaan transisi pertama, yang biasanya sangat
sensitif untuk mendeteksi logam yang diukur (Adam Wiryawan., dkk, 2007)
Lampu Katode Berongga (Hollow
Cathode Lamp)
Bentuk
lampu katode dapat dilihat pada gambar. 4.
Ciri
utama lampu ini adalah mempunyai katode silindris berongga yang dibuat dari
logam tertentu. Katode and anode tungsten diletakkan dalam pelindung gelas
tertutup yang mengandung gas inert (Ne atau Ar) dengan tekanan 1-5 torr. Lampu
ini mempunyai potensial 500 V, sedangkan arus berkisar antara 2 – 20 mA.
Gambar.
4. Lampu Katode
Adapun gas
pengisi terionisasi pada anode, dan ion-ion yang dihasilkan
dipercepat menuju katode dimana bombardemen ion-ion ini menyebabkan atom-atom
logam menjadi terlepas ke permukaan dan terbentuk awan/populasi atom. Proses
ini disebut dengan percikan atom (sputtering). Lebih jauh lagi, tumbukan ini
menyebabkan beberapa atom tereksitasi dan kemudian kembali pada keadaan dasar
dengan memancarkan spektrum atom yang spesifik. Spektrum gas pengisi (dan
komponen lain yang terdapat dalam katode) juga dipancarkan. Jendela atau tempat
dimana radiasi keluar dari lampu biasanya dibuat dari silika sehingga dapat
menggunakan panjang gelombang di bawah 350 nm.
Nyala
Fungsi
nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat mengabsorpsi radiasi yang
di pancarkan oleh lampu katode tabung. Pada umumnya, peralatan yang di gunakan untuk
mengalirkan sample menuju nyala adalah nebulizer pneumatic yang di hubungkan
dengan pembakar (burner). Diagram nebulizer dapat di lihat pada Gambar. 5.
Sebelum menuju nyala, sample mengalir melalui pipa kapiler dan dinebulisasi
oleh aliran gas pengoksidasi sehingga menghasilkan aerosol. Kemudian, aerosol
yang terbentuk bercampur dengan bahan bakar menuju ke burner. Sample yang
menuju burner hanya berkisar 5-10% sedangkan sisanya (90-95%) menuju tempat
pembuangan (drain). Pipa pembuangan selalu berbentuk ”U” untuk menghindari gas
keluar yang dapat menyebabkan ledakan serius. Sample yang berada pada nyala
kemudian diatomisasi, dan cahaya dari lampu katode tabung dilewatkan melalui
nyala. Sample yang berada pada nyala akan menyerap cahaya tersebut.
Gambar. 5 Nebuliser pada
spektrometer serapan atom (SSA)
Jenis-jenis
nyala
Ada 3 jenis
nyala dalam spektrometri serapan atom yaitu:
(a)
Udara
– Propana
Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800oC)
dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang
baik jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.
(b)
Udara
– Asetilen
Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala
ini menghasilkan temperatur sekitar 2300oC yang dapat mengatomisasi
hamper semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca, Mo juga dapat
analisa menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar
terhadap gas pengoksidasi.
(c)
Nitrous
oksida – Asetilen
Jenis nyala ini paling panas (3000oC), dan sangat baik
digunakan untuk menganalisa sampel yang banyak mengandung logam-logam oksida
seperti Al, Si. Ti, W.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang
gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan Natrium menyerap
pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada
gelombang ini mempunyai cukup energiuntukmengubah tingkat energy elektronik
suatu atom. Dengan absorpsi energy, berarti memperoleh lebih banyak energy, suatu atom pada
keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat
eksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan noor atom 11 mempunyai
konfigurasi electron 1s1 2s2 2p6 3s1,
tingkat dasar untuk electron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan
energy. Elektronini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energy 2,2 eV ataupun
ketingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan panjang
gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum
yang tajam dan dengan intensitas maksimum, yangdikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa
pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang
disebabkan proses atomisasinya.
Apabila cahaya dengan panjang gelombang
tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang
bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas
penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada
pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium
transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya
ketebalan medium yang mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara
eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu
persamaan intensitas cahaya:
It = I0e -abc
A= -log [It / I0] = Ebc
Dimana: I0 = intensitas sumber sinar
It= intensitas sinar yang diteruskan
E= absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = absorbans
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan
bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day &
Underwood, 1989).
B.
Prinsip Kerja
Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Telah dijelaskansebelumnya bahwa metode AAS
berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut
pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya Spektrometri
Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam
yang masih berada dalam keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap
biasanya ialah sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri
Serapan Atom (SSA) pada dasarnya sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau
ion senyawa dalam larutan.
Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang
berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar ultra violet, sinar tampak maupun
infra merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom (SSA). Perbedaan
analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan spektrofotometri molekul adalah
peralatan dan bentuk spectrum absorpsinya:
Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen
yaitu:
1. Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa nyala)
2. Sumber radiasi
3. Sistem pengukur fotometri
Sistem
Atomisasi dengan nyala
Setiap alat spektrometri atom akan mencakup
dua komponen utama sistem introduksi sampeldan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrument sumber atomisasi ini
adalah nyata dan sampel diintroduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam
bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang
dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber
spray).
Ada banyak variasi nyala yang telah dipakai
bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun demikian yang saat ini menonjol
dan diapakai secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara asetilen dan
nitrous oksida-asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang
sesuai untuk kebanyakan analit (unsur yang dianalisis) dapat sintetikan dengan
menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi.
Nyala udara
asetilen
Biasanya menjadi pilihan untuk analisis
menggunakan AAS. Temperature nyalanya yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan
oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan.
Nitrous
oksida-asetilen
Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur
yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan temperature
nyala yang dihasilkan relatif tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo,
Si, Ti, V dan W.
Sistem
Atomisasi tanpa Nyala (dengan Elektrotermal/tungku)
Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama
GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti sensitivitas,
jumlah sampel dan penyiapan sampel.
Ada tiga tahap atomisasi dengan metode ini yaitu:
1. Tahap pengeringan atau penguapan larutan
2. Tahap pengabutan atau penghilangan senyawa-senyawa organic
3. Tahap atomisasi
Unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan
menggunakan GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan
GFAAS tungsten: Hf, Nd, Ho, La, Lu Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr. Hal ini
disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan graphit.
Petunjuk praktis penggunaan GFAAS:
1. Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat
2. Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarutsampel, biasanya setelah sampel
ditempatkan dalam tungku.
3. Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interfensi dapat terjadi pada
sampel dan standar.
4. Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan
energy panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati
agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ionisasi ini
dapat terjadi apabila temperatur terlampau tinggi. Bahan bakar dan oksidator
dimasukkan dalam kamar pencamput kemudian dilewatkan melalui baffle menuju ke
pembakar. Hanya tetesan kecil dapat melalui baffle. Tetapi kondisi ini jarang
ditemukan, karena terkadang nyala tersedot balik ke dalam kamar pencampur
sehingga menghasilkan ledakan. Untuk itu biasanya lebih disukai pembakar dengan
lubang yang sempit dan aliran gas pembakar serta oksidator dikendalikan dengan
seksama.
5. Dengan gas asetilen dan oksidator udara bertekanan, temperature maksimum
yang dapat tercapai adalah 1200oC. untuk temperatur tinggi biasanya
digunakan N:O: = 2:1 karena banyaknya interfensi dan efek nyala yang tersedot
balik, nyala mulai kurang digunakan, sebagai gantinya digunakan proses
atomisasi tanpa nyala, misalnya suatu perangkat pemanas listrik. Sampel
sebanyak 1-2 ml diletakkan pada batang grafit yang porosnya horizontal atau
pada logam tantalum yang berbentuk pipa. Pada tungku grafit temperatur dapat
dikendalikan secara elektris. Biasanya temperatur dinaikkan secara bertahap,
untuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasi senyawa yang dianalisis.
Metode tanpa nyala lebih disukai dari metode
nyala. Bila ditinjau dari sumber radiasi, metode tanpa nyala haruslah berasal
dari sumber yang kontinu. Disamping itu sistem dengan penguraian optis yang
sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber sinar dengan garis absorpsi yang semonokromatis mungkin. Seperangkat sumber
yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik tertentu
dikenal sebagai lampu pijar Hollow
cathode. Lampu ini memiliki dua elektroda, satu diantaranya berbentuk
silinder dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis.
Lampuini diisi dengan gas mulia bertekanan rendah, dengan pemberian tegangan
pada arus tertentu, logam mulai memijar dan atom-atom logam katodanya akan
teruapkan dengan pemercikkan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan
radiasi pada panjang gelombang tertentu.
C.
Kalibrasi Alat
a.
Optimasi alat
SSA
o
Tujuan : Mengoperasikan alat SSA secara optimal
o
Alat :
Spektrofotometer Serapan Atom(Varian Terchtron,
Philip atau Shimadzu, dll)
o
Bahan yang digunakan adalah :
Larutan
Cu2+ 30 ppm; Larutan Ca2+ 30 ppm ; larutan Fe3+60 ppm; Larutan H3PO4 400 ppm,
Larutan EDTA 0.1 M
o
Cara penggunaan :
1.
Sesuai dengan zat yang akan dianalisis dan
letakkan pada alat (dalam hal ini pilihlah Hubungkan sumber arus dengan alat
dan pilihlah %T, A atau E (emisi) sesuai dengan keperluan
2.
Pilihlah lampu lampu Cu)
3.
Aturlah arus lampu pada harga yang sesuai
(tergantung pada lampunya)
4.
Cek apakah kedudukan lampu tepat lurus
ditengah-tengah celah
5.
Pilihlah lebar celah yang sesuai dengan lampu
yang dipakai
6.
Aturlah kedudukan lampu agar memperoleh
absorbansi yang tinggi
7.
Aturlah panjang gelombang sesuai lampu
katodanya
8.
Secara teliti aturlah monokromator untuk
mendapatkan harga yang tinggi
9.
Luruskan letak lampu untuk mendapatkan harga
yang maksimum
10.
Pilihlah pembakar yang dipergunakan untuk api
udara-asetilen
11.
Lihatlah api pembakar, api larutan sampel
(dalam hal ini digunakan larutan Cu2+ 3 ppm) dan aturlah kedudukan pembakar
untuk mendapatkan absorbansi yang maksimum
12.
Aturlah kondisi api misal dengan mengatur
perbandingan gas dan oksidan untuk mendapatkan absorbansi maksimum (bila perlu
ulangilah langkah 11 setelah 12)
13.
Gunakan air destilasi dan aturlah 100 %
transmisi
14.
Gunakan larutan Cu2+ 3 ppm , jika alat ini
telah dioptimasi dengan baik maka akan memberikan absorbansi 0,2 atau 60%
Transmisi.
o
Catatan :
Bila mematikan nyala, selalu yang dimatikan dahulu adalah gasnya (asetilen, propan, gas alam) diikuti oleh udara dan biarkan selama 30 atau 40 detik baru dimatikan.
Bila mematikan nyala, selalu yang dimatikan dahulu adalah gasnya (asetilen, propan, gas alam) diikuti oleh udara dan biarkan selama 30 atau 40 detik baru dimatikan.
b.
Memilih panjang gelombang
o
Tujuan percobaan :
Memilih panjang
gelombang yang menghasilkan sinsitivitas pengukuran yang maksimum
Spektrum
pancaran (emisi) yang dihasilkan oleh lampu katoda terdiri dari garis-garis
yang diakibatkan karena adanya gas pengisi (biasanya neon), beberapa logam yang
berada di dalam lampu katoda dan juga logam yang dianalisis. Lampu yang
digunakan adalah lampu Cu, maka semua spektrum emisi Cu harus ada. Meskipun
demikian hanya garis spektrum yang disebabkan oleh transisi yang melibatkan
keadaan dasar saja yang diserap dalam SSA. Karena atom-atom yang ada dalam api
hampir semuanya berada dalam keadaan dasar. Garis spektrum yang dapat diserap
ini akan memberikan sensitivitas yang berbeda-beda. Hal ini sangat
menguntungkan, sebagai contoh : suatu larutan sampel dengan konsentrasi tinggi
dapat dianalisis pada panjang gelombang yang berbeda untuk menghindari
pengenceran. Tabel berikut ini menunjukkan panjang gelombang dan sensitivitas
relatif yang dapat digunakan untuk penentuan Cu.
Tabel di bawah
ini hubungan antara panjang gelombang , sensitivitas relatif dan sensitivitas
penentuan Cu